Masalah Lingkungan
Masalah Lingkungan Hidup Global
Dalam lingkungan hidup yang teratur dan seimbang kita memperoleh .jaminan kelangsungan peri kehidupan dan peningkatan kesejahteraan hidup bersama. Makna lingkungan hidup dari sisi positif sebenarnya perlu diangkat, seperti pemahaman kita terhadap eksistensi dan kesejahteraan manusia sesama juga bersama mahluk hidup lain. Tetapi sejak pertambahan populasi manusia meningkat yang seiring pula dengan meningkatnya kebutuhan manusia baik secara kualitatif maupun kuantitatif, maka lingkungan hidup umumya diperbincangkan dari sisi negatifnya. Ini disebabkan terjadinya berbagai kerusakan pada simpul-simpul lingkungan hidup yang secara langsung atau tidak telah mempengaruhi kehidupan manusia, mahluk hidup lain maupun proses fisik-kimia lainnya di muka bumi. Kejadian ini tentu saja terasa secara global, nasional maupun lokal di sekitar kita.
A. Pemanasan global
Pemanasan global dapat terjadi akibat meningkatnya lapisan gas terutama CO2 yang menyelubungi Bumi dan berfungsi sebagai lapisan seperti rumah kaca. Gas ini berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti dalam penggunaan sumberdaya alam berupa energi fosil (minyak bumi, batu bara dan gas). Dalam keadaan normal, lapisan gas rumah kaca (GRK) terdiri dari 55% CO2, sisanya adalah hidrokarbon, NOx, SO2, O3, CH4 dan uap air. Lapisan ini menyebabkan terpantulnya kembali sinar panas inframerah A yang datang bersama sinar matahari, sehingga suhu di permukaan Bumi dapat mencapai 13oC. Jika GRK ini meningkat maka lapisan gas makin tebal sehingga mengakibatkan refleksi balik sinar (panas) Matahari makin banyak yang memantul kembali ke Bumi, dan suhu permukaan Bumi makin meningkat. Gas rumah kaca dapat juga meningkat karena adanya pembalakan hutan maupun kebakaran hutan. Dampak dari rumah kaca ini adalah terjadinya kenaikan suhu Bumi atau perubahan iklim secara keseluruhan.
Kadar CO2 di atmosfir saat ini berkisar 300 ppm (0,03%) dan diperkirakan akan meningkat menjadi 600 ppm atau 0,06% pada tahun 2060. Menurut perkiraan dalam 50 tahun mendatang suhu Bumi rata-rata akan meningkat 30C atau 10C di katulistiwa, dan meningkat 40C di kutub. Kondisi ini menyebabkan gunung es di kedua kutub akan mencair dan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga berbagai kota yang terletak di wilayah pesisir akan terbenam sedangkan daerah yang kering menjadi makin kering akibat kenaikan suhu. Walaupun sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat, namun perubahan iklim ini tentu akan berpengaruh pula pada produktivitas pertanian, perikanan dan peternakan akibat terjadinya kekeringan atau kebanjiran di berbagai tempat.
Menurut perkiraan dalam 50 tahun yang akan datang suhu bumi rata -rata akan meningkat 3°C atau 1°C di katulistiwa dan meningkat dengan 4°C di kutub, yang akan menyebabkan mencairnya gunung es di kutub Utara dan Selatan. Hal ini akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga berbagai kota dan wilayah lain di pinggir laut akan terbenam air. Sebaliknya daerah yang kering karena kenaikan suhu menjadi makin kering.
B. Lubang lapisan ozon (O3)
Lapisan tipis ozon yang menyelimuti Bumi pada ketinggian antara 20 hingga 50 km di atas permukaan Bumi berfungsi menahan 99% dari radiasi sinar ultraviolet (UV) yang berbahaya bagi kehidupan. Sinar ultraviolet dalam intensitas yang rendah dapat merangsang kulit membentuk vitamin D, atau mematikan bakteri di udara, air atau makanan. Penyerapan sinar ultraviolet yang berlebihan, akan menyebabkan kanker kulit (terutama untuk mereka yang bekulit putih), kerusakan mata (cataract), gangguan rantai makanan di ekosistem laut, serta kemungkinan kerusakan pada tanaman budidaya.
Kondisi lapisan ozon makin tipis dan di beberapa tempat telah terjadi lubang. Kerusakan lapisan ini disebabkan bahan kimia, seperti CFC (chlorofluorocarbon) yang dihasilkan oleh aerosol (gas penyemprot minyak wangi, insektisida), mesin pendingin, dan proses pembuatan plastik atau karet busa (foam) untuk berbagai keperluan. Oleh sinar matahari yang kuat, maka berbagai gas ini diuraikan menjadi chlorine yang mengalami reaksi dengan O3 menjadi ClO (chloromonoxide) dan O2.. Jadi chlorine tersebut mengakibatkan terurainya molekul ozon menjadi O2 (oksigen)
Setiap unsur Cl dapat menyebabkan terurainya 100.000 molekul O3. Berlubangnya lapisan ozon ini juga terjadi karena gas NO dan NOz yang dilepaskan dari pesawat supersonik, oleh perang nuklir dan dari peoses perombakan pupuk nitrogen oleh bakteri yang menghasilkan N2O. Pada dasarnya pelepasan bahan kimia berupa gas di atmosfer perlu dilaksanakan dengan hati-hati, terutama yang tidak mudah terurai dan yang tidak larut air hujan sehingga tidak terbawa kembali ke Bumi bersama air hujan. Dalam masalah penipisan lapisan ozon ini telah dicapai kesepakatan bersama antara berbagai negara dalam produksi dan pemanfaatan CFCs dalam Protokol Montreal. Sebenarnya sinar ultraviolet dalam intensitas yang lemah dapat merangsang kulit dalam pembentukan vitamin D di udara, air atau makanan dapat mematikan bakteri.
C. Hujan asam
Pelepasan gas-gas SO2, NO2 dan CO2 yang berlebihan ke atmosfir akan menghasilkan air hujan yang bersifat asam. Ini terjadi apabila air hujan bereaksi dengan berbagai gas tersebut, sehingga air hujan akan mengandung berbagai asam seperti asam sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3). Air hujan dengan keasaman (pH di bawah 5,6) seperti itu menyebabkan kerusakan hutan, korosi (perkaratan logam), merusak dan bangunan marmer. Air danau dan sungai dengan pH seperti ini dapat mempengaruhi kehidupan biota serta kesehatan manusia pada umumnya.
Sebagian dari gas-gas di atas dapat berasal dari asap buangan kendaraan bermotor (44,1%), rumah tangga (33%), dan industri khususnya pengecoran logam dan pembangkit listrik dengan batu bara (14,6%). Sebagaimana diketahui kenderaan bermotor menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, NOX, kabut dan debu. Di Kota Jakarta diperkirakan terjadi emisi sebanyak 153 ton dalam satu tahun. CO2 memicu pemanasan global, CO menyebabkan keracunan dalam pernapasan, SOX menyebabkan pneumonia, disamping itu bersama NOx mengakibatkan hujan asam dan banjir.
D. Pencemaran oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
Pencemaran lingkungan dapat mengakibatkan menurunnya fungsi dan peruntukan sumberdaya alam, seperti air, udara, bahan pangan, dan tanah. Bahan pencemar yang terbanyak adalah limbah, terutama dari kawasan industri. Pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan kimia pestisida (methyl isocyanate) serta timbulnya limbah B3 dari berbagai kegiatan industri sangat dikhawatirkan, karena tidak saja mengancam kehidupan manusia tetapi juga sumberdaya hayati lainnya. Pencemaran limbah ini seperti yang terjadi di Teluk Buyat Ratatotok yang menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat sekitar. Penggunaan borax dan formalin sebagai pengawet bahan makanan (ikan asin, tahu, bakso), pemutih beras dengan formalin, serta pewarna tekstil yang digunakan untuk kerang, telah menjadi masalah di Indonesia dan tetap diwaspadai. Hal ini menunjukkan bahwa perlu pengawasan terhadap penggunaan bahan-bahan kimia agar sesuai dengan fungsinya. Demikian pula dengan penggunaan pestisida, bila tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan maka tidak saja membasmi hama tanaman tetapi juga dapat mengancam kehidupan biota lainnya.
Masalah Lingkungan Hidup di Indonesia
Masalah lingkungan hidup yang terjadi, sebagian besar timbul akibat sikap dan perilaku manusia yang tidak diantisipasi dengan pendekatan preventif. Berbagai masalah yang terjadi terkait satu sama lain, dan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Masalah lingkungan hidup alami
Peristiwa alam yang sering terjadi terutama di negara kita, seperti tsunami, badai, gempa bumi, tanah longsor dan banjir merupakan tantangan bagi kelangsungan hidup dan keselamatan mausia. Gempa bumi paling dahsyat disertai tsunami seperti yang terjadi di Aceh pada akhir tahun 2004, diperkirakan telah menelan korban jiwa meninggal 166.080 orang disamping kehilangan harta benda serta mata pencaharian penduduk.Walaupun tidak sedahsyat di Aceh, gempa yang menyebabkan tsunami juga terjadi di Pantai Pangandaran Jawa Barat pada tahun 2006.
Letusan gunung Merapi dan gempa bumi yang terjadi pada tahun 2006 di Yogyakarta mengakibatkan korban jiwa yang cukup besar. Demikian pula dengan masalah banjir dan tanah longsor seperti yang terjadi di beberapa provinsi termasuk Gorontalo, serta gempa bumi di Gorontalo akhir tahun 2008 dengan lebih 7 skala Richter. Tanah longsor dan banjir merupakan bencana alam, yang juga terjadi akibat perilaku manusia. Longsor terbesar menimpa Sulawesi (65,3%), Maluku dan Nusa Tenggara (66,8%). Banjir di Indonesia mencapai 214.527 km² atau 11,2 % dari seluruh wilayah. Pulau Jawa dan Bali adalah yang paling beresiko banjir, rata-rata dalam satu tahun terjadi banjir seluas 32.080 km² (23,5%), sedang pulau yang paling sering mengalami banjir adalah Pulau Kalimantan.
Peristiwa alam yang juga sering terjadi adalah badai. Badai sebagai gabungan hujan deras disertai petir dan halilintar juga merupakan tantangan bagi kelangsungan kehidupan dan keselamatan manusia. Dari perkiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia tercatat beberapa wilayah yang beresiko tinggi. Ukurannya adalah berapa hari
dalam satu tahun mengalami badai, atau disebut iso keraunik level (IKL) dengan menghitung jumlah hari badai dalam satu tahun dikalikan 100%. Kalau diperoleh angka ≥ 50, artinya dalam satu tahun terjadi badai selama 50-60 hari. Daerah yang tersapu petir diperhitungkan dengan ukuran D=lightning crowd, atau jumlah petir setiap km², kalau setiap km² terjadi lebih dari 10 petir/km² berarti wilayah itu rawan petir. Dari perkiraan BMG, beberapa daerah yang beresiko badainya tinggi (dengan IKL > 50% dan D > 10) antara lain adalah wilayah Sibolga, Kabanjahe, Rantauprapat, Pekanbaru, Pangkalpinang, Jambi dan Purwakarta.
2. Masalah Deforestrasi
Hutan Indonesia menduduki tempat kedua dalam luas setelah Brazil, dan mewakili 10 per sen dari hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hampir 75 per sen dari luas lahan Indonesia digolongkan sebagai areal hutan (sekitar 144 juta hektar, dan 100-110 juta hektar diperkirakan sebagai hutan lindung (closed canopy) yang lebih kurang 60 juta diperuntukkan bagi hutan produksi. Pada deforestrasi yang berlansung dengan tingkat tinggi, akan mengancam penyediaan bahan kayu dasar dan produk hutan sekunder dan mengurangi pelayanan lingkungan seperti proteksi sumber mata air dan preservasi habitat alam yang penting. Degradasi hutan yang diakibatkan oleh proses deforestrasi di Indonesia tergolong tinggi. Hal ini disebabkan bukan hanya karena kebijaksanaan pemerintah melalui transmigrasi dan pemberian hak penguasaan hutan (HPH) tapi juga karena aktifitas masyarakat baik individu maupun kelompok. Kebijaksanaan pemerintah yang mengakibatkan proses deforestrasi adalah ijn HPH karena alasan ekonomi. Kemudian melalui pengembangan industri-industri kertas, pulp, dan pengolahan kayu di Indonesia yang dikenal dengan tebang pilih (the selective logging).
3. Masalah kesehatan
Demam berdarah, flu burung, polio dan kasus busung lapar adalah sebagian masalah kesehatan yang kita alami akhir-akhir ini. Masalah ini tidak dapat dipisahkan dengan faktor kemiskinan yang menyebabkan keterbatasan penduduk terhadap akses bahan pangan dan layanan kesehatan dasar. Dampak dari masalah kesehatan ini antara lain tidak diizinkannya eksport bahan pangan dari Indonesia karena negara tujuan khawatir dengan infeksi virus flu burung (Avian flu). Suatu tindakan preventif untuk memelihara kesehatan diabaikan, dan kurangnya pemberdayaan masyarakat akan makna kesehatan.
4. Masalah sosial, ekonomi dan kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah sosial ekonomi, yang secara komprehensif terjadi akibat faktor pendidikan, kesehatan, ketidakadilan, sistem ketenagakerjaan, kebutuhan hidup minimum dan keamanan. Masalah kemiskinan ini menimbulkan dampak seperti perambahan hutan untuk menjadi binaan manusia. Bertambah luasnya lingkungan hidup binaan ini diperoleh dari hutan cadangan, hutan produksi, hutan lindung, taman nasional dan cagar alam. Setiap tahun terjadi perubahan penggunaan lahan binaan manusia dari hutan lindung, taman nasional dan cagar alam seluas lebih dari 100.000 ha. Penambangan emas tanpa izin (PETI) seperti yang terjadi di Cikotok Banten yang saat ini sudah diatasi PT Aneka Tambang. Peti juga terjadi di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Tahun 1995 Universitas Indonesia telah melakukan penelitian khususnya untuk menyelamatkan dan melindungi flora dan fauna asli di wilayah Wallace dengan tidak merugikan penduduk setempat. Penelitian ini menyarankan agar penambangan emas dilakukan secara legal dan profesional oleh perusahaan yang handal dengan melibatkan penduduk lokal. Manfaat penambangan emas harus diperoleh penduduk lokal serta untuk pemeliharaan taman nasional. Dan pada tahun 2006 tim kerjasama ITB dan Universitas Negeri Gorontalo telah melakukan survei aspek lingkungan, ekonomi dan sosial budaya kawasan taman nasional yang dilanjutkan dengan pemberian pemahaman tentang pertambangan yang berwawasan lingkungan kepada masyarakat dan pihak terkait di Kabupaten Bone Bolango.
Sumber :
Utina, Ramli.2009.Ekologi Dan Lingkungan Hidup. Gorontalo : UNG Press.
Pongtuluran.Yonathan.2015.Manajemen Sumber Daya & Lingkungan.Yogyakarta : CV. ANDI OFFSET.